SENI BADENG YANG KIAN TERLUPAKAN




Indonesia kaya akan keanekaragaman seni dan budayanya dari Sabang sampai Meraoke. Tak heran jika Indonesia ini diistilahkan dengan jambrudnya katulistiwa karena keberagamannya itu. Setiap provinsi yang ada di negara kita ini pasti disitulah terdapat berbagai seni dan budaya khasanah kekayaan bangsa. Tidak terkecuali di kota kelahiran saya Kecamatan Malangbong yang berada di Wilayah Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Banyak sekali dijumpai berbagai kesenian warisan leluhur zaman-zaman dahulu kala. Sebut saja salah satunya adalah Kesenian Badeng.
Kesenian Badeng ini kini sudah sangat jarang sekali ditampilkan di masyarakat Malangbong pada umumnya, paling-paling sesekali tampil itupun pada acara Agustusan biasanya. Sehingga tidak heran jika anak-anak kemarin sore di sekitar kecamatan Malangbong banyak yang tidak mengetahui kesenian ini. Mirisnya lagi mereka lebih familiar mendengar K-Pop dari pada Seni Badeng. Sungguh pemandangan yang ironi ditengah-tengah gembar gembornya pemerintah yang selalu bersemboyan Kebinekaan itu.
Sebagai wujud kepedulian saya sebagai putra daerah dari Kecamatan Malangbong ini, sengaja tulisan ini akan memberikan sedikit informasi tentang Kesenian Badeng dengan harapan semoga Kesenian Badeng ini tidak semakin terlupakan ditengah pusaran dunia saat ini.
Kesenian Badeng ini mirip-mirip kesenian Reog hanya saja pada kesenian Badeng syair yang lantunkan biasanya berupa shalawatan atau petuah-petuah berbahasa Sunda tentang Islam dan biasanya ditampilkan dengan gaya guyon yang lucu dan menghibur. Awal mulanya seni Badeng ini berkembang di Desa Sanding Kec. Malangbong diciptakan pada tahun 1800 oleh penyebar Agama Islam bernama Arfaen atau lebih dikenal dengan nama Lurah Acok. Badeng suatu jenis kesenian sebagai media untuk menyebarkan Agama Islam dengan cara membawakan lagu-lagu sunda buhun dan sholawatan. Badeng itu sendiri artinya bermusyawarah atau berunding, alatnya terdiri dari angklung kecil dan besar serta dog-dog lonjor.
Adapun alat-alat Kesenian Badeng tersebut terdiri dari :

  • 2 (dua) buah Angklung Kecil bernama Roel yang artinya bahwa dua pimpinan pada waktu itu antara kaum ulama dengan umaro (pemerintah) harus bersatu, alat ini dipegang oleh seorang dalang.
  • 2 (dua) buah dogdog lonjor ujungnya simpay lima yang artinya menandakan bahwa didunia ini ada siang ada malam dan laki-laki dengan perempuan, alat ini dipegang oleh dua orang simpay lima berarti rukun Islam.
  • 7 (tujuh) buah angklung agak besar terdiri dari : angklung indung, angklung kenclung dan angklung kecer disesuaikan dengan nama-nama hari, alat ini dipegang oleh 4 orang.

Harga Hewan Qurban di Masjid Besar Malangbong

Harga hewan qurban yang dipatok di peternak atau feed loader berkisar antara empat belas juta rupiah sampai dua puluh juta rupiah lebih, tergantung bobot dan kualitas sapi potong. Sementara untuk harga kambing masih dikisaran dua juta lima ratus ribuan per ekor.

Untuk penyelenggaraan qurban di Masjid Besar Malangbong sendiri setelah berbagai perhitungan, Harga hewan qurban untuk sementara diperkirakan tiga juta rupiah perorang termasuk untuk biaya pengurusan dan pendistribusian ke warga sekitar Masjid Besar Malangbong.



Nantinya bilamana ada kelebihan selisih harga, maka jumlah selisih tersebut akan dikembalikan kepada warga yang terdaftar yang menitipkan hewan qurban di panitia qurban Masjid Besar Malangbong. 

Bagi anda yang ingin berqurban di Masjid Besar Malangbong dapat menghubungi Panitia Qurban di sekretariatnya di Kantor DKM Masjid Besar Malangbong. Sebagaimana tertera dalam surat edaran Panitia Qurban di bawah ini:




Mumpung masih ada waktu selama dua bulan ini, ada baiknya kita menyisihkan sebagian harta kita untuk berqurban dan berbagi kepada sesama umat muslim.


Alun-Alun Malangbong Dulu dan Kini




Alun-alun bagi sebuah kota merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari tubuh kota. Keberadaan alun-alun menjadi sarana terbuka yang sangat vital bagi keberlangsungan kehidupan sosial masyarakat. Dulu alun-alun dijadikan sarana konsentrasi masa untuk menyampaikan informasi dan wawaran atau bewara serta menjadi pusat kordinasi bagi penguasa pada waktu itu.

Saat ini alun-alun bukan hanya dijadikan sebagai sarana publik yang berfungsi informatif, namun difungsikan juga sebagai sarana terbuka hijau sebagai upaya untuk menciptakan lingkungan yang asri.

Alun-alun Malangbong yang terletak di wilayah Garut Utara sebagai sarana publik bagi masyarakat Malangbong, kini tengah ditata. Sebelum penataan ini terlaksana, berbagai cerita yang mengharu biru turut menghiasi wajah alun-alun Malangbong. Betapa hajat hidup khalayak pernah berbenturan di alun-alun Malangbong ini. Namun sudahlah itu kisah lama. Kini alun-alun Malangbong berbenah.


Kita sebagai warga yang baik tentu ingin agar penataan alun-alun ini benar-benar terlaksana sesuai dengan perencanaan. Kita berharap kepada pemangku kepentingan bahwa kepentingan alun-alun bukan lagi untuk kepentingan golongan namun juga menjadi kepentingan umum yang lebih besar forsinya. Kita sadar betul, bahwa rakyat itu hanya bisa berharap dan hanya bisa membantu dengan do'a. 

Tinggal sekarang bagaimana masyarakat sebagai salah satu unsur pengguna alun-alun tersebut merasa bertanggung jawab. Merasa bahwa alun-alun itu harus dijaga dan dipelihara. Bukan sebaliknya. 


Misalnya saja setiap bulan suci Ramadhan tiba, areal di sekitar alun-alun Malangbong manjadi riuh sesaat menjelang adzan Magrib tiba. Para pedagang dadakan untuk menu berbuka puasa dan makanan takjil memenuhi jalanan di sekliling alun-alun. Diperparah dengan berkerumunnya pemotor-pemotor dengan segala bentuk dan jenis sepeda motor yang terkadang diparkir disembarang tempat. 
Memang Islam tidak melarang adanya budaya ngabuburit seperti saat ini. Namun bila kegiatan yang bertemakan ngabuburit tersebut mengganggu ketertiban umum, apa itu dibenarkan. 


Bagi para pedagang dadakan, bukannya kita tidak setuju mereka berdagang disitu, karena itu hak mereka. Namun alangkah eloknya bila sama-sama menjaga lingkungan dan ketertiban bersama, agar alun-alun Malangbong yang tengah ditata ini terpelihara dan menjadi kebanggan masyarakat Malangbong seluruhnya. Semoga Bermanfaat




LADU KHAS MALANGBONG GARUT

Ladu Ketan Asli Malangbong?
Bila anda melintas di jalan provinsi menuju arah Jawa Tengah dari daerah Bandung, Anda akan melewati kota kecil di daerah Garut. Kota kecil itu benama Malangbong, mirip dengan sebuah nama kota di Jawa Timur, hanya di belakangnya ditambah dengan kata bong. Malangbong ini walaupun kota kecil namun karena menjadi daerah perlintasan tiga kabupaten, maka kota ini menjadi salah satu penyokong ekonomi di Kabupaten Garut.

Salah satu penunjang sektor ekonomi yang bersumber dari kekhasan daerah sebagai ciri khas kota Malangbong adalah kuliner yang tersaji dari bahan dasar ketan. Penganan ini menjadi oleh-oleh khas Malangbong yang diburu oleh para tamu atau pelancong yang sengaja berkunjung ke Malangbong atau singgah di Malangbong untuk sekedar istirahat karena perjalanan yang cukup jauh. Sajian oleh-oleh ini namanya Ladu Ketan.

Ladu ketan ini mirip dengan jenang penganan khas dari Jawa Tengah namun beda dengan dodol penganan asli dari Garut ibu kotanya Malangbong sendiri. Rasanya yang manis legit dan "peungkeur" kata orang Sundamah menjadi pembeda ladu ketan ini dengan jenang. Bila jenang itu dari teksturnya lengket, ladu ketan khas Malangbong ini tidak. Walaupun ladu ketan ini disajikan dalam satu wadah secara bertumpuk, ladu ketan ini tidak lengket satu sama lain. Disamping itu penampilan ladu ketan yang unik mampu menggoda selera untuk mencoba mencicipi penganan khas Malangbong ini.

Ladu ketan Malangbong biasanya dijual dalam kemasan dengan isi satu kemasan terdapat 10 stik ladu ketan. Masing-masing stik ladu ketan dikemas lagi dengan kertas wajit yang dikasih label. Tersedia juga ladu ketan yang dijual satuan stik, ukurannya agak besar, dengan harga sangat terjangkau. Disepanjang jalan provinsi di kota Malangbong, ladu ketan ini banyak dijual dan siap menemai perjanalan anda untuk dijadikan buah tangan atau bisa dinikmati di dalam kendaraan selama perjalanan. 



Cara Membuat Ladu Ketan Khas Malangbong
Sebelum membuat ladu ketan persiapkan peralatan dan terutama bahan dasar untuk diolah menjadi ladu ketan:
1. Alat
- Penggiling -  Kompor gas
- Plastic -  Gunting
- Baskom -  Cangkir
- Saringan -  Wajan
- Kayu 
2. Bahan
- Beras ketan
- Gula merah
- Gula pasir
- Kepala
- Vanili 

Sedangkan cara membuat ladu ketan khas Malangbong antara lain:
1) Penggilingan beras ketan yang telah disanggrai menjadi tepung.
2) Kelapa diparut sampai halus
3) Campurkan gula merah dan gula putih ke dalam wajan sampai adonan mengental 
        untuk selanjutnya disaring.
4) Memasukan parutan kelapa ke dalam adonan gula.
5) Masukan adonan tepung beras ketan dan aduk seperti dodol sampai kalis dan siap 
        dicetak.

Untuk tahap pencetakan ladu ketan ini karena secara turun temurun bentuknya segitiga memanjang,  maka pengrajin olahan ladu ketan yang menjadi khas Malangbong tetap dipertahankan bentuknya yaitu segitiga memanjang.



Sebagai penganan lokal khas Malangbong ladu ketan ini aman dikonsumsi oleh semua kalangan usia, karena tidak mengandung bahan pengawet, zat pewarna atau bahan-bahan berbahaya lainnya. Bahkan saya sering mengkonsumsi ladu ketan ini dikala perut kosong ketika ditengah perjalanan ke luar kota. 

Jadi bagi anda yang kebetulan melintas di jalur selatan tidak ada salahnya untuk mencoba penganan khas Malangbong ini. Semoga bermanfaat



PROFIL DESA MALANGBONG

Sebagaimana diketahui bahwa DESA MALANGBONG adalah ibu kota kecamatan Malangbong Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Berjarak kurang lebih 500 meter dari alun-alun dan Masjid Besar Malangbong, serta mudah dijangkau oleh kendaraan roda dua dan roda empat. Letak kantor Desa Malangbong berada di Jl. Lapang Cakrwati masih berdekatan dengan Kp. Pasar Kolot dan Jalan Raya Wado Malangbong.



Secara administratif Desa Malangbong berada di bawah Pemerintahan Kecamatan Malangbong Kabupaten Garut. Jabatan Kepala Desa untuk tahun 2016 ini dijabat oleh Bapak Adang dan Sekretaris Desanya oleh Bapak Agus Mulyana. Secara umum kinerja aparatur pemerintahan Desa Malangbong baik sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Dalam peraturan pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang desa  dijelaskan bahwa pemerintah desa adalah penyelenggara urusan oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa  (BPD) dalam mengatur berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan  Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal mengatur dan mengurus serta memberikan pelayanan terhadap masyarakat haruslah diarahkan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan dengan memperhatikan prinsip demokrasi. Prinsip ini yang melatarbelakangi kinerja aparatur desa tetap sesuai dengan tupoksinya walaupun memang tidak bisa dipungkiri masih ada kekurangan-kekurangan yang bersifat normatif.

Dibawah ini merupakan data administrasinya:

1 DATA DEMOGRAFI
Potensi Umum
Desa Malangbong adalah suatu desa yang terletak di kecamatan Malangbong Kabupaten Garut dengan luas 376 Ha dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Cisitu
Sebelah Selatan : Desa Sukamanah
Sebelah Timur : Kehutanan
Sebelah Barat : Desa Cibunar

Secara administrative penduduk Malangbog berjumlah 8053 jiwa yang terdiri dari
Jumlah penduduk          : 8053
Laki-laki          : 4268
Perempuan : 3785
Jumlah Kepala Keluarga : 2209
Pra KS : 741
KS 1         : 402

2 LEMBAGA DESA
Jumlah anggota BPD : 07 orang
Jumlah anggota LPM : 09 orang
Jumlah anggota PKK : 20 orang
Jumlah anggota Linmas : 37 orang

3 JUMLAH RUKUN TETANGGA
Jumlah Rukun Tetangga : 34 ke-RTan
Jumlah Rukun Warga : 08 Ke-RWan
Jumlah Dusun         : 03 Ke-dusunan
Jumlah perangkat desa : 05 orang


Mayoritas Mata Pencaharian : Berladang/Bertani
Jarak ke Ibu Kota : 0,8 Km
Jarak ke Ibu Kota Kabupaten : 42 Km

Jenis Rumah
Jumlah rumah permanen : 1555
Jumlah rumah semi permanen : 475
Jumlah rumah non permanen         : 209
Curah hujan         :
Suhu rata-rata                 : 28 c
Ketinggian dari permukaan  laut : 1886,5

Mata pencaharian pada umumnya warga Desa Malangbong adalah petani dan pedagang. Kondisi ini berdasarkan keadaan alam sekitar dengan alam pegunungan dan pesawahan yang masih luas membentang. Namun keadaan tuntutan ekonomi dan perkembangan  zaman tidak sedikit pesawahan dan perkebunan berubah menjadi hamaparan beton dan aspal. Ini menjadi bahan renungan bersama ditengah gembar-gembor pemerintah dengan agrarianya. Semoga bermanfaat.


MASJID BESAR MALANGBONG

Malangbong merupakan kota kecil yang terletak di wilayah Kabupaten Garut. Di pusat kota Kecamatan Malangbong terdapat Mesjid Agung Malangbong yang sekarang dikenal dengan Mesjid Besar Malangbong. 




Masjid Besar Malangbong menurut informasi sesepuh dipugar pertama kali pada akhir tahun 1980 setelah pada sebelum di pugar Mesjid Agung Malangbong pada waktu itu hanya bangunan bilik bambu. 

Pada Tahun Baru Islam 1435 H, Mesjid Besar Malangbong kembali direnovasi total bahkan dibangun menjadi dua lantai dengan  menghabiskan dana empat milar lebih diperoleh dari sumbangan berbagai kalangan. Pembangunan tersebut selesai pada akhir tahun 2015 yang diresmikan oleh Bapak Gubernur Provinsi Jawa Barat.





SEJARAH KOTA MALANGBONG

SEJARAH KOTA MALANGBONG


Kota Malangbong merupakan sebuah kota kecil yang berada di Kabupaten Garut bagian utara. Keadaan cuaca yang cenderung dingin dan berangin ini merupakan kondisi alam yang sangat khas dan merupakan fenomena alam. Hal ini dapat terjadi karena wilayah kota Malangbong ini berada di ceruk perbukitan dan pegunungan yang membentang sepanjang mata memandang, sedangkan angin yang meniup kencang terjadi karena adanya celah diantara dua gunung di bagian selatan menuju wilayah Tasikmalaya dan sekitarnya.

Malangbong pada zaman dahulu merupakan sebuah hutan belantara yang ketika zaman penjajahan Belanda dijadikan daerah transit oleh pasukan Mataram untuk melintas menuju Markas Belanda di Batavia. Ketika itu tempat tersebut dibuka dan dijadikan daerah transit untuk menetap sementara waktu sambil mengumpulkan kekuatan, untuk selanjutnya menyerang pemerintah kolonial Belanda. Hutan yang kini Malangbong itu dibuka dan kemudian dijadikan sebuah kota tepatnya pada Tahun 1807 oleh seorang tokoh yang bernama Rd. Surayudha.

Rd. Surayudha lahir pada tahun 1787 di Limbangan Garut. Ia merupakan putra dari Rd. Wira Redja yang merupakan Bupati Pamanukan Subang keturunan Bupati Limbangan. Rd. Surayudha merupakan seorang pahlawan yang menentang Belanda bersama dengan Pangeran Diponegoro sampai pada Tahun 1830. Rd. Surayudha menikah dengan seorang Puteri Sultan Mataram yang bernama Rd. Siti Bunga Resmi kemudian menikah lagi yang kedua kalinya dengan Rd. Siti Komala seorang puteri Rd. Sutamanggala yang dikenal dengan sesbsutan Lebe Malangbong. Rd. Surayudha wafat pada tahun 1886 pada usia 99 tahun


Nama Malangbong sendiri dinamai oleh Rd. Surayudha yang asal katanya adalah Pasir Malang Katembong sehingga akhirnya menjadi kata Malangbong. Malangbong menjadi kota kecamatan pada tahun 1872 dan yang menjadi camat pertama pada waktu itu adalah putra sulung Rd. Surayudha yang bernama Rd. Wira Bangsa yang diangkat oleh Pemerintah Kolonnial Belanda. Semenjak dijadikan kecamatan, Malangbong manjadi berkembang dengan adanya pasar, kantor pemerintahan, alun-alun, tempat ibadah dan lain sebagainya. Dan saat ini Malangbong menjadi daerah perlintasan tiga kabupaten yang memiliki potensi yang sangat besar dan potensial. Tentu ini menjadi modal besar bagi masyarakat Malangbong untuk lebih maju dan pesat dalam segala bidang pembangunan yang tengah digalakan dewasa ini. Semoga Bermanfaat (AR/2016)